Banten, iNews45.com || Puluhan kegiatan aktivitas penyedia layanan internet di Banten menuai sorotan Aktivis Banten, kali ini PT iForte diduga belum mengantongi izin resmi dari Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (DJPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia.
Aliansi Pamungkas Banten, melalui aktivisnya, Babay Muhedi, menyoroti maraknya aktivitas perusahaan penyedia layanan internet yang diduga beroperasi secara ilegal. Dalam beberapa pengaduan yang diterima salah satunya, PT iForte terindikasi melanggar regulasi terkait izin penyelenggaraan internet.
Salah satu pelaksana lapangan PT iForte, Riski, kami tidak mempunyai kantor di Banten, serta saat diminta menunjukkan dokumen perizinan terkait kegiatan perusahaan, mengaku tidak memiliki dokumen yang dimaksud. "Saya tidak dibekali dokumen atau surat-surat perizinan dari perusahaan," paparnya.
Keluhan Warga dan Dugaan Aktivitas Ilegal
Babay Muhedi menyatakan bahwa pihaknya menerima banyak laporan dari warga di berbagai wilayah Serang, baik di kota maupun Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Warga merasa resah dengan adanya aktivitas penyedia jasa akses internet yang memasang tiang besi internet di lahan mereka tanpa izin. "Kami melihat banyak aktivitas penyedia jasa internet yang diduga belum memenuhi ketentuan izin resmi. Hal ini menimbulkan keresahan di sekitar masyarakat serta kerugian bagi Pendapatan Daerah/Negara," ujarnya.
Babay juga berencana melakukan pendataan terhadap seluruh penyedia jasa internet yang diduga beroperasi secara ilegal di wilayah Banten.
Berdasarkan peraturan yang berlaku, penyedia jasa akses internet harus memenuhi sejumlah persyaratan. Jika sudah melakukan izin resmi, termasuk membayar Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi sebesar 0,50% dari pendapatan kotor per tahun, serta kontribusi Universal Service Obligation (USO) sebesar 1,25% dari pendapatan kotor per tahun.
Jika mengacu pada Undang-Undang Telekomunikasi, khususnya Pasal 47, mengatur bahwa pihak yang melanggar ketentuan izin dapat dikenakan hukuman penjara hingga 6 tahun atau denda hingga Rp600 juta. Jika terbukti ilegal, sanksi pidana bahkan dapat mencapai 10 tahun penjara. Hal ini diatur dalam UU No. 36 Tahun 1999 yang telah diubah oleh UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Babay menegaskan, jika terbukti ada pelanggaran hukum, pihaknya akan melaporkan kasus ini kepada Polda dan Kejati Banten agar ada tindakan tegas terhadap perusahaan yang tidak taat aturan. "Kami tidak akan segan melaporkan ke pihak berwenang untuk memberikan efek jera kepada para perusahaan serta pelaku usaha yang tidak mematuhi hukum," tutupnya.
(Redaksi)