Jelajahi

Kategori
Best Viral Premium Blogger TemplatesPremium By Raushan Design With Shroff Templates

Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi: Mendorong Percepatan Perubahan Revisi UU ITE

Independent News 45
Rabu, 06 April 2022
Last Updated 2022-04-06T07:36:30Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
iklan


Jakarta, INEWS45.COM | Komite I DPD RI menggelar rapat kerja dengan  Kementerian Kominfo RI dan Badan Siber dan Sandi Negara Republik Indonesia (BSSN RI), bertempat di Gedung DPD RI, Komplek Senayan Jakarta, Selasa (05/04/2022).

Dalam rapat kerja tersebut Komite I DPD RI turut mengapresiasi kebijakan Kominfo RI dalam peningkatan sistem teknologi digital dan pembangunan infrastruktur komunikasi dan informatika di daerah. Selain itu juga Komite I DPD RI mendukung penguatan keamanan siber di Indonesia dengan mendorong percepatan revisi UU ITE. 

Adapun revisi materi UU ITE materi perubahan pasal diantaranya sebagai berikut; Pasal 27 Ayat (1), Pasal 27 ayat (3), Pasal 27 ayat (4), Pasal 28 ayat (1), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29, Pasal 36. Selanjutnya Pasal 45 ayat (1), Pasal 45 ayat (2), Pasal 45 ayat (3), Pasal 45 ayat (4), Pasal 45 A ayat (1), Pasal 45 A ayat (2). Penambahan Pasal Nomor,  Perbuatan; Pasal 27 ayat (2) Pasal 28 Ayat (2). Ancaman Pidana ; Pasal 45 ayat (5), Pasal 45 ayat (6), Pasal 45 ayat (7), Pasal 45 ayat (8), Pasal 45 ayat (9), Pasal 45 A ayat (3). 

Dengan hal ini Komite I DPD RI mendorong Kementerian Kominfo RI dan BSSN RI melakukan langkah-langkah strategis dalam upaya melakukan perlindungan data pribadi warga negara dalam transaksi. "Komite I DPD RI mendorong percepatan perubahan revisi UU ITE ," kata  Fachrul Razi.

Lebih lanjut, adanya UU ITE ini awalnya disusun untuk menjadi payung hukum transaksi bisnis di dunia elektronik. Namun setelah UU  ini disahkan dan dilaksanakan, landasan hukum transaksi online ternyata tidak digunakan secara optimal oleh masyarakat, beberapa kalangan menilai bahwa UU ITE seringkali dijadikan instrument kriminalisasi, saling lapor, alat untuk kepentingan kekuasaan yang pada akhirnya menghambat kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat. Hal itu sebagai akibat adanya beberapa pasal yang dikategorikan sebagai pasal karet. UU ITE sempat mengalami revisi pada tahun 2016, namun, beberapa kalangan menilai bahwa revisi tersebut berjalan setengah hati. Perubahan yang dilakukan terkait UU ITE ini sebagai bentuk pemberian legitimasi kepada kepentingan pemerintah agar sikap kritis masyarakat dikekang dengan menambahkan kewenangan-kewenangan baru kepada pemerintah beriringan dengan perhatian publik, beberapa waktu lalu Presiden RI Joko Widodo  membuat pernyataan yang meminta UU ITE  direvisi. Revisi dilakukan jika UU ITE  tersebut dipandang tidak memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. 

Fachrul Razi menambahkan, bagi Komite I DPD RI, pernyataan Presiden RI Joko Widodo tersebut merupakan sinyal positif, dalam konteks upaya memperbaiki beberapa pasal yang selama ini dinilai memicu masalah dalam penegakan hukum, pernyataan itu dapat pula dimaknai sebagai bentuk tanggapan terhadap semakin inovatifnya perkembangan teknologi dan informasi. Komite I DPD RI juga berpandangan bahwa revisi UU ITE dirasa penting, karena beberapa tahun terakhir terdapat proses legislasi yang bersinggungan dengan UU ITE. Regulasi yang dimaksud antara lain pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi, RUU Keamanan Siber, rencana revisi UU Penyiaran dan UU Telekomunikasi. 

Terkait hal itu, Komite I DPD RI telah menerima tembusan Surat Presiden tentang perubahan UU ITE. Berdasarkan Surpres tersebut membuat DPD RI merasa perlu memperoleh berbagai informasi terkait rencana revisi UU ITE, termasuk informasi terkait pasal dan substansi yang akan diubah, disamping itu DPD RI juga menuntut munculnya berbagai permasalahan atas informasi dan transaksi elektronik. Terkait informasi elektronik berbagai media sosial bermunculan, namun pada praktiknya informasi-informasi tersebut menyebabkan keresahan publik. Banyaknya konten yang dikategorikan berita bohong (hoax) dan ujaran kebencian semakin membuat masyarakat tidak nyaman. 

Fachrul Razi menyebutkan, implikasi lain dari penggunaan elektronik pada setiap aktivitas transaksi adalah rentannya data pengguna bocor ke pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Kebocoran data yang dimuat di kartu Tanda Penduduk (KTP), data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), data hasil tes Covid-19, paspor dan lain-lain serta pembajakan website Kementrian/ Lembaga terkait. 

"Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Komite I DPD RI melaksanakan rapat kerja dengan Kementerian Kominfo RI dan BSSN RI . Demikian beberapa isu strategis yang ingin kami diskusikan dalam kesempatan rapat kerja kali ini, kepada Dirjen Aplikasi Informatika Republik Indonesia dan Deputi I BSSN RI, kami persilahkan untuk menyampaikan," ucap Fachrul Razi.

Turut hadir anggota  Komite I DPD RI, Samuel Abrijani Pangerapan, B.Sc, M.M (Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo RI),  Irjen Pol. Dono Indarto, S.IK, .M.H (Deputi Bidang Strategi dan Kebijakan Keamanan Siber dan Sandi), serta Marsma TNI Budi R. Leman. S.T (Plt. Deputi Bidang Keamanan Siber dan Sandi Pemerintah dan Pengembangan Manusia).

(*/Agus)
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Iklan