Kabupaten Tangerang, iNews45.com || Hampir lima bulan berlalu sejak kecelakaan kerja yang menimpa Riza Husen Abdullah, karyawan bagian delta di PT Tri Excella Harmony, namun hingga kini keluarga korban belum juga memperoleh kepastian pertanggungjawaban dari pihak perusahaan.
Proses mediasi yang telah dilakukan beberapa kali belum menghasilkan keputusan yang jelas mengenai hak-hak korban sebagai pekerja yang mengalami cacat permanen.
Kecelakaan terjadi pada Sabtu, 11 Agustus 2025 sekitar pukul 15.30 WIB ketika korban tengah memasukkan bahan ke dalam mesin produksi. Listrik padam mendadak lalu menyala kembali, membuat mesin beroperasi otomatis hingga menarik lengan kiri korban dan menyebabkan telapak tangan serta lima jarinya buntung.
Dalam rangkaian mediasi, pihak keluarga didampingi kuasa hukum, Hendrik, sementara dari perusahaan hadir perwakilan yang didampingi Bang Deden dan Bang Burhan yang disebut berasal dari sebuah lembaga.
Pada mediasi terakhir, keluarga kembali menuntut:
Kepastian kompensasi untuk korban,
Tanggung jawab perusahaan sesuai ketentuan ketenagakerjaan,
Jaminan masa depan korban yang kini mengalami cacat permanen.
Namun hingga kini, tidak ada keputusan konkret dari perusahaan.
“Kami sudah ikut mediasi berkali-kali, tetapi tidak ada kejelasan. Sudah hampir lima bulan, tapi semuanya masih menggantung,” ujar ayah korban.
Kuasa hukum keluarga, Bang Hendrik, menegaskan bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab hukum yang jelas sesuai UU Ketenagakerjaan.
“Secara hukum, perusahaan wajib memberikan kompensasi, wajib memastikan keselamatan kerja, dan wajib memenuhi hak-hak korban. Tidak bisa perusahaan menghindar atau mengulur waktu. Kami menunggu itikad baik itu,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa jika dalam waktu dekat tidak ada kejelasan dari perusahaan, langkah hukum lanjutan akan dipertimbangkan.
“Korban cacat permanen, masa depannya terancam, dan negara menjamin hak pekerja dalam kondisi seperti ini,” ujarnya.
Perusahaan Wajib Bertanggung Jawab Sesuai UU Cipta Kerja
Dalam UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (Kluster Ketenagakerjaan), perusahaan diwajibkan:
1. Memberikan Perlindungan K3 (Keselamatan & Kesehatan Kerja)
Pelatihan, APD, dan pencegahan kecelakaan kerja harus menjadi standar wajib.
2. Menjamin Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Termasuk seluruh biaya perawatan, operasi, hingga rehabilitasi.
Jika pekerja tidak terdaftar BPJS Ketenagakerjaan, perusahaan wajib menanggung seluruh biaya secara langsung.
3. Memberikan Kompensasi atas Cacat Permanen
Amputasi seperti yang dialami korban masuk kategori cacat total sebagian, yang wajib diberikan santunan sesuai aturan.
Menurut keluarga dan kuasa hukum, sampai saat ini tidak ada satu pun kewajiban tersebut yang dipenuhi pihak perusahaan.
Dari pihak keluarga dan kuasa hukum, muncul kekhawatiran bahwa kasus ini dapat terulang apabila tidak ada penegakan yang tegas dari instansi terkait.
Disnaker Kabupaten Tangerang diminta meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan dan mempercepat penyelesaian kasus.
Pimpinan Redaksi Garudasiber.net, Yudianto C. BJ, mengkritik keras lambatnya penanganan kasus ini serta adanya dugaan upaya menghambat keterbukaan informasi publik.
“Mediasi sudah dilakukan, tapi tidak ada progres. Ini menyangkut keselamatan pekerja dan hak korban cacat permanen. Pemerintah daerah dan Disnaker harus tegas,” ujar Yudianto.
Ia juga menyoroti tindakan salah satu oknum pengawas Disnaker berinisial "Dn" yang saat dihubungi melalui WhatsApp oleh kuasa hukum kelurga korban, justru melarang pemberitaan terkait nota BPJS dan rumah sakit.
“Melarang publikasi informasi terkait jaminan kecelakaan dan dokumen medis yang menjadi hak keluarga korban adalah bentuk penjegalan terhadap keterbukaan informasi publik. Ini tidak boleh terjadi. Disnaker seharusnya membantu, bukan menghambat,” tegas Yudianto.
Hingga berita ini diterbitkan, PT Tri Excella Harmony belum memberikan keterangan resmi terkait kecelakaan, proses mediasi, maupun kompensasi yang diminta keluarga korban.
Garudasiber.net akan terus memantau perkembangan kasus ini dan menyampaikan update terbaru kepada publik. (*/Iwan)

