Scroll to continue reading
BREAKING NEWS

Jangka Waktu dalam Proses Penyidikan Tindak Pidana Perspektif Pelayanan Publik

Tangerang, iNews45.com || Penyidikan merupakan fase awal yang sangat menentukan dalam proses peradilan pidana di Indonesia. Keberhasilan maupun kegagalan penegakan hukum sering kali ditentukan oleh kualitas penyidikan. Salah satu tolok ukur vital dalam kinerja penyidikan adalah jangka waktu. Idealnya, proses penyidikan harus berjalan dalam waktu yang wajar: cukup untuk mengumpulkan bukti, tetapi tidak berlarut-larut hingga melanggar hak asasi manusia. Kecepatan, ketepatan, dan akuntabilitas menjadi prinsip utama yang harus dijunjung tinggi.

Namun realitas di lapangan kerap menunjukkan kondisi sebaliknya. Proses penyidikan di Indonesia sering memakan waktu sangat lama, bahkan bisa bertahun-tahun, jauh melampaui batas kewajaran. Kasus-kasus yang “tertidur” di meja penyidik bukanlah hal asing. Lamanya proses ini ibarat pedang bermata dua, merugikan baik korban maupun tersangka.

Bagi korban, penundaan berlarut-larut menciptakan ketidakpastian hukum, memperpanjang penderitaan, serta menghambat upaya pemulihan. Risiko hilangnya atau rusaknya alat bukti juga semakin meningkat seiring waktu. Sementara bagi tersangka, penahanan berkepanjangan tanpa kepastian status hukum jelas merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Dampak yang lebih luas adalah erosi kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum, khususnya kepolisian. Ketidakpuasan masyarakat dapat memicu apatisme, bahkan tindakan main hakim sendiri yang mengancam tatanan sosial dan supremasi hukum.

Dalam perspektif modern, penyidikan tindak pidana harus dipahami sebagai bagian integral dari pelayanan publik. Negara, melalui aparat penegak hukum, memiliki tanggung jawab konstitusional untuk menghadirkan rasa aman dan keadilan bagi seluruh warga negara. Penyidikan yang cepat, transparan, dan akuntabel merupakan perwujudan konkret pelayanan publik berkualitas di bidang penegakan hukum. Konsep ini selaras dengan prinsip-prinsip good governance dan pelayanan publik ideal yang menekankan transparansi, akuntabilitas, partisipasi, kesetaraan, serta keseimbangan hak dan kewajiban.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik memberikan dasar hukum yang kuat dalam memperkuat argumentasi ini. UU tersebut menegaskan bahwa semua penyelenggara pelayanan publik, termasuk kepolisian, wajib memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Pasal 4 UU Pelayanan Publik mengatur asas pelayanan publik yang meliputi kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, profesionalisme, partisipasi, keterbukaan, akuntabilitas, ketepatan waktu, serta kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

Lebih lanjut, Pasal 21 UU Pelayanan Publik mewajibkan penyelenggara pelayanan untuk menyusun, menetapkan, dan mempublikasikan standar pelayanan. Standar tersebut mencakup komponen penting seperti dasar hukum, persyaratan, sistem, mekanisme, prosedur, jangka waktu penyelesaian, biaya, produk pelayanan, sarana prasarana, kompetensi pelaksana, pengawasan internal, hingga penanganan pengaduan. Keberadaan standar yang jelas, khususnya terkait jangka waktu penyidikan, menjadi kunci peningkatan kualitas pelayanan publik di bidang hukum.

Dengan demikian, proses penyidikan bukan semata persoalan teknis penegakan hukum, melainkan juga menyangkut aspek pelayanan publik dan keadilan sosial. Pemerintah diharapkan segera mengatur kembali regulasi mengenai jangka waktu penyidikan sebagai bentuk perlindungan hak masyarakat sekaligus wujud akuntabilitas negara.

Penulis berharap, kajian ini dapat menjadi kontribusi awal untuk mendorong perbaikan regulasi dan budaya hukum yang lebih adil, transparan, serta berpihak pada keadilan substantif.


Oleh: Nurahmat Ananda

Fakultas Hukum Universitas Tangerang Raya

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar