Scroll to continue reading
BREAKING NEWS

Pemuda Desa Kubang Tantang Ilusi Merdeka

Kabupaten Tangerang, iNews45.com || Dalam rangka memperingati Bulan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80, Karang Taruna bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kubang menggelar Kajian Pemuda Desa bertajuk “Falsafah dan Ilusi Merdeka Dalam Perspektif Gerakan Kaum Desa”. Acara ini berlangsung terbuka di Lapangan Badminton Alsoni, Kampung Cangkudu Desa Kubang, Selasa malam (19/8/2025).

Kegiatan yang dimulai pukul 19.30 WIB ini dihadiri puluhan pemuda dan masyarakat desa. Acara dibuka dengan sambutan dari Kepala Desa Kubang, Sukarna, S.H., yang memberikan apresiasi atas inisiatif pemuda menggelar kajian reflektif di bulan kemerdekaan.

Sekretaris Karang Taruna Desa Kubang, Teguh Maulana, dalam pernyataannya menegaskan bahwa kemerdekaan sejati tidak boleh hanya berhenti pada seremoni.

“Simbol merdeka tidak boleh berhenti di upacara bendera dan lomba. Kemerdekaan sejati baru terasa kalau desa bisa produktif dan berdikari berdasarkan trisakti Bung Karno dengan didorong oleh peran aktif pemuda, tentu itu menjadi hal yang kita cita-citakan bersama. 

Pemuda desa harus berani mengkritisi pemerintah sebagai bentuk rasa cinta dan kepedulian untuk kemajuan wilayah, termasuk diantaranya Pemerintah Kecamatan yang merupakan kepanjangan tangan dari Pemerintah Daerah agar lebih berpihak kepada wong cilik dan pembangunan sumber daya manusia di desa.” Ujarnya.

Ia menambahkan bahwa refleksi ini lahir dari keresahan pemuda desa terhadap kondisi saat ini.

 “Kita sering dengar kata ‘merdeka’ tetapi pelayanan, akses pendidikan dan kesempatan berkembang bagi warga desa masih jauh dari kata merata. Inilah yang kami sebut ilusi merdeka. Tugas pemuda adalah mengubah ilusi itu menjadi kesadaran nasional dengan karakter nasionalisme Indonesia”.

Sukamulya memiliki camat baru yang diawal kepemimpinannya sangat minim akan ide dan gagasan, bulan kemerdekaan ini seharusnya bisa dimanfaatkan salah satunya sebagai momentum untuk pembangunan sumber daya manusia melalui kegiatan yang esensial seperti dialog kebangsaan setingkat kecamatan, mimbar bebas tentang kemerdekaan, pelatihan, dan semacamnya. Banyak sekali permasalahan sosial di Kecamatan Sukamulya, tetapi seremoni yang ada seolah mencerminkan bahwa pemimpin saat ini hanya bisa tutup mata.

Selain itu, momentum agustusan ini juga bisa dijadikan sebagai sarana mencari dan mengembangkan bakat pemuda desa khususnya di bidang olahraga. Tetapi hemat saya hanya ada perlombaan bola volly antar desa yang diselenggarakan. Tentu ini menjadi preseden buruk bagi keberlangsungan gerakan pemuda di desa-desa Kecamatan Sukamulya, saya juga mempertanyakan peran dari Koordinator Olahraga Kecamatan (KOK) yang sama sekali tidak terlihat kinerjanya, wajib dievaluasi. Lanjut Teguh yang juga aktivis GMNI itu.

Sementara itu, Reza Pahlevi sebagai salah satu narasumber dari BPD Kubang, menyoroti pentingnya menilik akar sejarah nasionalisme yang sudah ada sejak era kerajaan Nusantara.

“Jika kita menengok ke belakang, semangat kebangsaan sebenarnya sudah tertanam sejak masa kerajaan-kerajaan. Spirit kemerdekaan yang lahir dari perjuangan regional kemudian berkembang menjadi kesadaran nasional. Tidak sedikit sejarawan menyebut bahwa pergerakan bangsa ini selalu dimulai dari pemuda.

Oleh karena itu, peringatan 17 Agustus seharusnya tidak hanya dipandang sebagai seremoni. Momentum ini harus menumbuhkan ghirah kebangsaan, meneguhkan sifat nasionalisme dan patriotisme yang menjadi kunci lahirnya kemerdekaan. Saya berharap kajian pemuda desa seperti ini bisa menjadi wadah silaturahmi, komunikasi, sekaligus sarana berbagi keilmuan,” ungkap Reza yang merupakan dosen dari STISNU Tangerang.

Antusiasme peserta terlihat dari diskusi interaktif yang berlangsung. Salah satu peserta, Kang Ebeng, menyampaikan kesan bahwa kajian ini membuka perspektif baru tentang cara mengisi kemerdekaan.

 “Saya jadi sadar bahwa mengisi kemerdekaan tidak cukup dengan lomba dan upacara. Yang lebih penting adalah bagaimana pemuda bisa berkontribusi nyata membangun desa, dari hal kecil hingga langkah besar,” ucapnya.

Acara ditutup dengan kutipan reflektif dari Bung Karno: “Kita belum hidup dalam sinar bulan purnama, kita masih hidup di masa pancaroba.”

Panitia berharap kajian ini bisa menjadi tradisi rutin agar pemuda desa semakin peka terhadap persoalan kebangsaan sekaligus lebih berani memperjuangkan kemandirian di tingkat lokal.


(Iwan S, C.BJ)

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar