Pakistan, iNews45.com || Bayangan lembayung senja yang merona terlihat bersembunyi di balik pegunungan nan menjulang di sebuah desa kecil bernama Mingora. Tidak seindah yang dibayangkan, gadis itu hanya menatap langit dengan penuh kekaguman dan rasa kegundahan yang dibalut juga rasa ketakutan. Hijab gadis itu berkibar dengan anggun, Malala Yousafzai, seorang gadis yang terus menyemai mimpi-mimpinya yang semakin bergejolak dalam sanubarinya itu. Gadis asal Pakistan, yang dengan mimpinya itu selalu tumbuh bersama kegamangan dan rasa cemas yang mencekam, ia menyadari betul bahwa negerinya itu selalu menguburkan mimpinya hanya karena ia seorang wanita.
Malala Yousafzai tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan ketegangan dan keterbatasan, namun dia memiliki semangat yang tak tergoyahkan untuk mendapatkan pendidikan dan mengubah dunia. Meski harus menyaksikan hujan peluru dan gemuruh derap langkah para pemberontak Taliban, ia tetap teguh menginjakkan kaki untuk tetap bersekolah di tengah puing-puing bangunan yang runtuh. Tahun 2008, ketika Taliban mencekik hak perempuan untuk bersekolah, Malala, gadis kecil berusia 11 tahun, bertekad untuk melawan.
Suara Malala bagaikan nyanyian burung bulbul di tengah keheningan. Di bawah naungan sekolah ayahnya, Ziauddin Yousafzai, Malala menimba ilmu dan menumbuhkan benih-benih harapan. Ia tak gentar, meski Taliban merenggut suara tawa anak perempuan dan menggantinya dengan ketakutan. Pada tahun 2009, Malala mulai menulis blog untuk BBC Urdu. Tulisannya bagaikan bunga yang mekar di tengah padang pasir. Ia melukiskan kerinduan anak-anak perempuan untuk belajar dan menentang kekejaman Taliban.
"Aku ingin sekolah," tulis Malala, "Aku ingin buku dan pena."
Kata-katanya bagaikan api yang membakar ketidakadilan. Malala menjadi ikon perlawanan, menantang Taliban dengan pena dan buku. Namun, keberaniannya mengundang bahaya.
Pada 9 Oktober 2012, di bawah terik matahari sore, Malala ditembak Taliban di kepalanya. Dunia semakin terasa gelap dan kejam, kekosongan menanti nasib gadis kecil yang berani itu.
Tetapi, Malala tak layu. Ia bangkit dari tragedi, bagaikan bunga yang mekar kembali setelah musim dingin. Suaranya semakin lantang, menggema di seluruh penjuru dunia. "Satu anak, satu guru, satu buku, satu pena dapat mengubah dunia," Malala berpidato di PBB tahun 2013, "Pendidikan adalah satu-satunya senjata yang kita butuhkan untuk mengubah dunia."
Malala tak hanya berbicara, ia bertindak. Ia mendirikan Malala Fund untuk membantu anak perempuan di seluruh dunia mendapatkan pendidikan. Kini, Malala, seorang wanita muda dengan senyum yang bersinar, terus berjuang. Ia melanjutkan pendidikannya di Universitas Oxford dan menginspirasi jutaan orang untuk melawan ketidakadilan dan memperjuangkan hak pendidikan.
Kisah Malala adalah kisah tentang keberanian, tentang kekuatan suara seorang anak perempuan, tentang bunga yang mekar di lembah kegelapan, dan tentang harapan yang tak terpadamkan. Malala Yousafzai, nama yang akan selalu dikenang sebagai simbol perlawanan dan inspirasi bagi generasi masa depan. (*/Red)